Senin, 01 Agustus 2016

Cacing Pita



 Cacing pita adalah parasit pada manusia maupun hewan ternak. Ada dua jenis cacing pita yang menjadikan manusia sebagai inang antara maupun inang permanen:


Taenia saginata adalah raksasa di antara semua cacing parasit. Panjang taenia saginata bisa mencapai 8 meter, hampir sepanjang saluran pencernaan manusia dewasa. Cacing pita ini berwarna putih pucat, tanpa mulut, tanpa anus dan tanpa saluran pencernaan. Badannya tidak berongga dan terdiri dari segmen-segmen berukuran 1X1,5 cm. Taenia saginata bisa hidup sampai 25 tahun di dalam usus inangnya.

Siklus hidup Taenia saginata:
 
Cacing pita sapi memiliki siklus yang rumit dan berakhir pada manusia sebagai inang tetapnya. Cacing pita dewasa melepaskan telur-telurnya bersama segmen badannya. Segmen ini bila mengering di udara luar akan melepaskan telur-telur cacing yang dapat termakan oleh sapi saat merumput. Enzim pencernaan sapi membuat telur menetas dan melepaskan zigot yang kemudian menembus lapisan mukosa saluran pencernaan untuk memasuki sirkulasi darah. Dari pembuluh darah, zigot akan menetap di otot membentuk kista, seperti pada cacing cambuk. Bila daging sapi berisi kista tersebut dimakan manusia dalam keadaaan mentah atau setengah matang, enzim-enzim pencernaan akan memecah kista dan melepaskan larva cacing. Selanjutnya, larva cacing yang menempel di usus kecil akan berkembang hingga mencapai 5 meter dalam waktu tiga bulan.

Selain masalah gizi, kehadiran cacing pita umumnya menyebabkan gejala perut ringan sampai sedang (mual, sakit, dll).
 
 

3 kg Cacing Pita Dikeluarkan Dari Perut Seorang Bocah
Hasil Operasi : sekitar 3 KG Cacing jenis Ascaris lumbricoides (estimasi sekitar 500-1000 cacing). Setelah operasi selesai, keluarga pasien dipanggil.

Begitu tau tentang kondisi anaknya, respon sang ayah ternyata gaq disangka2 : “Oh itu mah udah biasa Dok, anak saya udah beberapa kali dikasih obat cacing, kalo berak gak tuh keluar t*i-nya, keluarnya cacing semua. Udah sering itu Dok”..

Sungguh sebuah pelajaran yang teamat penting. Di Indonesia ternyata kasus semacam ini masih aja terjadi. Satu lagi bukti bahwa kepedulian masyarakat terhadap kebersihan dan kesehatan sangatlah rendah..

Penjelasan tentang Cacingan / AskariasisTambah Gambar
Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit.

Hospes atau inang dari Askariasis adalah manusia. Di manusia, larva Ascaris akan berkembang menjadi dewasa dan menagdakan kopulasi serta akhirnya bertelur. Penyakit ini sifatnya kosmopolit, terdapat hampir di seluruh dunia. Prevalensi askariasis sekitar 70-80%.

Etiologi
Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar 22-35 cm. Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi.

Cacing dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 60 x 45 mikron. Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia.

 
Siklus
 Pada tinja penderita askariasis yang membuang air tidak pada tempatnya dapat mengandung telur askariasis yang telah dubuahi. Telur ini akan matang dalam waktu 21 hari. bila terdapat orang lain yang memegang tanah yang telah tercemar telur Ascaris dan tidak mencuci tangannya, kemudian tanpa sengaja makan dan menelan telur Ascaris.

Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran, yakni hati, jantung dan kemudian di paru-paru.

Pada paru-paru, cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring. Ia akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva akan menjadi cacing dewasa.

Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan bertelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun akan terulang kembali bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada tempatnya.

Diagnosis
Diagnosis askariasis dilakukan dengan menemukan telur pada tinja pasien atau ditemukan cacing dewasa pada anus, hidung, atau mulut.

Gejala klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa.
Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak nafas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu.

Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.

Pengobatan
Pengobatan askariasis dapat digunakan obat-obat sepreti pirantel pamoat, mebendazol, albendazol, piperasin.

Pencegahan
Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak-anak. Penyakit ini dapat dicegah dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang baik. Pemakaian jamban keluarga dapat memutus rantai siklus hidup Ascaris lumbricoides ini.

sumber:

http://smart-pustaka.blogspot.com/2011/06/cacing-pita.html

http://anto-clue.blogspot.com/2011/02/3-kg-cacing-pita-dikeluarkan-dari-perut.html